Indonesia Bantu 1 Juta Dolar untuk Penanganan Konflik Rohingya
Pengungsi rohingya |
Menteri
Luar Negeri Marty Natalegawa mewakili pemerintah Indonesia telah
menyerahkan komitmen bantuan kemanusiaan senilai satu juta dolar AS
untuk kebutuhan tanggap darurat kepada pemerintah Myanmar.
Pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri Selasa (8/1/2013) malam, menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia berketetapan untuk memberikan kontribusinya dalam menciptakan rasa saling percaya di antara komunitas terkait, serta menumbuhkembangkan perekonomian di kawasan tersebut.
"Di samping kebutuhan mendasar seperti kebutuhan tempat tinggal, pangan, obat-obatan dan pendidikan, terdapat pula kebutuhan yang lebih penting, yaitu dorongan untuk mengembangkan rasa percaya dan upaya rekonsiliasi di antara dua kelompok masyarakat di Negara Bagian Rakhine," kata Marty.
Menlu mengatakan, selama kunjungan ke sejumlah kamp pengungsi kelompok Rohingya dan Rakhine di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada 7 -- 8 Januari itu, dirinya telah memeroleh pemahaman yang lebih mendalam tentang perkembangan di Negara Bagian Rakhine.
"Ada kebutuhan tentang bagaimana mendorong roda perekonomian di kawasan, yang dapat menciptakan bukan saja lapangan kerja melainkan juga harapan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang," kata Marty.
Kunjungan Menlu itu mencakup kamp-kamp di berbagai pelosok negara bagian Rakhine, yaitu pada tanggal 7 Januari 2013 di empat lokasi kamp pengungsi Pauktaw, Sambalay Village, Taungbaw Village, Kyauktaw; Maw-Ya-Wadi village, dan kamp pengungsi Maungdaw. Keempat lokasi tersebut dicapai Menlu dengan menggunakan helikopter.
Sementara kunjungan ke kamp pengungsi Ohn-Daw-Gyee dan Min Gwan pada Selasa, ditempuh Menlu Marty melalui jalan darat.
Selama kunjungan Menlu Marty didampingi Menteri Urusan Perbatasan Myanmar, Mayjen Thein Htay, serta Minister Kepala Negara Bagian Rakhine State, Hla Maung Tin.
Sebelumnya konflik di wilayah tersebut terjadi akibat pertikaian antara kelompok Budha Rakhine dan Muslim Rohingya.
Etnis Rohingya terpaksa harus angkat kaki dari tanah kelahiran mereka karena terusir dan dianggap sebagai pendatang dari Bangladesh oleh Pemerintah dan masyarakat Myanmar.
Muslim Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan karena tidak diakui oleh pemerintahan Myanmar sehingga tidak bisa mengakses fasilitas pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak.
Pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri Selasa (8/1/2013) malam, menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia berketetapan untuk memberikan kontribusinya dalam menciptakan rasa saling percaya di antara komunitas terkait, serta menumbuhkembangkan perekonomian di kawasan tersebut.
"Di samping kebutuhan mendasar seperti kebutuhan tempat tinggal, pangan, obat-obatan dan pendidikan, terdapat pula kebutuhan yang lebih penting, yaitu dorongan untuk mengembangkan rasa percaya dan upaya rekonsiliasi di antara dua kelompok masyarakat di Negara Bagian Rakhine," kata Marty.
Menlu mengatakan, selama kunjungan ke sejumlah kamp pengungsi kelompok Rohingya dan Rakhine di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada 7 -- 8 Januari itu, dirinya telah memeroleh pemahaman yang lebih mendalam tentang perkembangan di Negara Bagian Rakhine.
"Ada kebutuhan tentang bagaimana mendorong roda perekonomian di kawasan, yang dapat menciptakan bukan saja lapangan kerja melainkan juga harapan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang," kata Marty.
Kunjungan Menlu itu mencakup kamp-kamp di berbagai pelosok negara bagian Rakhine, yaitu pada tanggal 7 Januari 2013 di empat lokasi kamp pengungsi Pauktaw, Sambalay Village, Taungbaw Village, Kyauktaw; Maw-Ya-Wadi village, dan kamp pengungsi Maungdaw. Keempat lokasi tersebut dicapai Menlu dengan menggunakan helikopter.
Sementara kunjungan ke kamp pengungsi Ohn-Daw-Gyee dan Min Gwan pada Selasa, ditempuh Menlu Marty melalui jalan darat.
Selama kunjungan Menlu Marty didampingi Menteri Urusan Perbatasan Myanmar, Mayjen Thein Htay, serta Minister Kepala Negara Bagian Rakhine State, Hla Maung Tin.
Sebelumnya konflik di wilayah tersebut terjadi akibat pertikaian antara kelompok Budha Rakhine dan Muslim Rohingya.
Etnis Rohingya terpaksa harus angkat kaki dari tanah kelahiran mereka karena terusir dan dianggap sebagai pendatang dari Bangladesh oleh Pemerintah dan masyarakat Myanmar.
Muslim Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan karena tidak diakui oleh pemerintahan Myanmar sehingga tidak bisa mengakses fasilitas pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak.
sumber: hidayatullah.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar