Mencari Pahlawan Indonesia (3)
Anis Matta |
Oleh Anis Matta
Seri 03: Keberanian
Saudara yang paling dekat dari naluri kepahlawanan adalah keberanian.
Pahlawan sejati selalu merupakan seorang pemberani sejati. Tidak akan pernah seseorang disebut pahlawan, jika ia tidak pernah membuktikan keberaniannya.
Pekerjaan-pekerjaan besar atau tantangan-tantangan besar dalam sejarah
selalu membutuhkan kadar keberanian yang sama besarnya dengan pekerjaan
dan tantangan itu. Sebab, pekerjaan dan tantangan besar itu selalu
menyimpan risiko. Dan, tak ada keberanian tanpa risiko.
Naluri kepahlawan adalah akar dari pohon kepahlawanan. Tetapi, keberanian adalah batang yang menegakkannya. Keberanian adalah
kekuatan yang tersimpan dalam kehendak jiwa, yang mendorong seseorang
untuk maju menunaikan tugas, baik tindakan maupun perkataan, demi
kebenaran dan kebaikan, atau untuk mencegah suatu keburukan dan dengan
menyadari sepenuhnya semua kemungkinan risiko yang akan diterimanya.
Cobalah perhatikan ayat-ayat jihad dalam Al-Qur’an. Perintah ini hanya dapat terlaksana di tangan para pemberani. Cobalah perhatikan betapa Al-Qur’an memuji ketegaran dalam perang, dan sebaliknya membenci para pengecut dan orang-orang yang takut pada risiko kematian. Apakah yang dapat kita pahami dari hadits riwayat Muslim ini, “Sesungguhnya pintu-pintu surga itu berada di bawah naungan pedangl” Adakah makna lain, selain dari kuatnya keberanian akan mendekatkan kita ke surga? Maka, dengarlah pesan Abu Bakar kepada tentara-tentara Islam yang akan berperang, “Carilah kematian, niscaya kalian akan mendapatkan kehidupan.“
Cobalah perhatikan ayat-ayat jihad dalam Al-Qur’an. Perintah ini hanya dapat terlaksana di tangan para pemberani. Cobalah perhatikan betapa Al-Qur’an memuji ketegaran dalam perang, dan sebaliknya membenci para pengecut dan orang-orang yang takut pada risiko kematian. Apakah yang dapat kita pahami dari hadits riwayat Muslim ini, “Sesungguhnya pintu-pintu surga itu berada di bawah naungan pedangl” Adakah makna lain, selain dari kuatnya keberanian akan mendekatkan kita ke surga? Maka, dengarlah pesan Abu Bakar kepada tentara-tentara Islam yang akan berperang, “Carilah kematian, niscaya kalian akan mendapatkan kehidupan.“
Sebagian dari keberanian itu adalah fitrah yang tertanam dalam diri
seseorang. Sebagian yang lain biasanya diperoleh melalui latihan.
Keberanian, baik yang bersumber dari fitrah maupun melalui latihan,
selalu mendapatkan pijakan yang kokoh pada kekuatan kebenaran dan
kebajikan, keyakinan dan cinta yang kual terhadap prinsip dan jalan
hidup, kepercayaan pada hari akhirat, dan kerinduan yang menderu-deru
untuk bertemu Allah. Semua itu adalah mata air yang mengalirkan
keberanian dalam jiwa seorang mukmin. Bahkan, meskipun kondisi fisiknya
tak terlalu mendukungnya, seperti jenis keberanian Ibnu Mas’ud dan Abu
Bakar. Sebaliknya, ia bisa menjadi lebih berani dengan dukungan fisik,
seperti keberanian Umar, Ali, dan Khalid. Akan tetapi, Islam hendak
memadukan antara keberanian fitrah dan keberanian iman. Maka,
beruntunlah ajaran-ajarannya menyuruh umatnya melatih anak-anak untuk
berenang, berkuda, dan memanah. Dengarlah sab-da Rasulullah saw, “Ajarilah
anakmu berenang sebelum menulis. Karena ia bisa diganti orang lain jika
ia tak pandai menulis, tapi ia tidak dapat diganti orang lain jika ia
tak mampu berenang.“
Dengar lagi sabdanya, “Kekuatan itu pada memanah, kekuatan itu pada
memanah, kekuatan itu pada memanah.” Itu semua sekelompok keterampilan
fisik yang mcndukung muneulnya keberanian fitrah. Tinggal lagi
keheranian iman. Maka, dengarlah nasehat Umar, “Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu, karena itu dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani.“
Dan kepada orang-orang Romawi yang berlindung di balik benteng di
Kinasrin, Khalid berkata, “Andaikata kalian bersembunyi di langit,
niscaya kuda-kuda kami akan memanjat langit untuk membunuh
kalian.Andaikata kalian berada diperut bumi, niscaya kami akan menyelami
bumi untuk membunuh kalian.” Roh keberanian itu pun memadai untuk
mematikan semangat perlawanan orang-orang Romawi. Mereka takluk.
Mungkinkah kita mendengar ungkapan itu lagi hari ini?
sumber: Buku mencari Pahlawan Indonesia seri 03
Tidak ada komentar
Posting Komentar